Senin, 22 April 2013

Assagaff Bertaburan Gelar Adat. PANTASKAH ????

SEMENJAK Said Assagaff resmi mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Maluku periode 2013-2018 yang diusung Partai Golkar dan sejumlah partai politik lainnya, penganugerahan gelar adat ramai diberikan para tokoh-tokoh adat Maluku kepada dirinya (Assagaff). Bahkan Gelar Adat yang diberikan kepada Wakil Gubernur ini menembus posisi adat yang terhormat yang hanya bisa diberikan kepada orang-orang pilihan saja.
Pemberian gelar adat dalam hukum adat adalah sakral dan agung, dan sekiranya hal ini berlaku universal bagi suku manapun di dunia ini termasuk Indonesia. Pemberian gelar adat seharusnya bukan atas dasar seremoni belaka. Pemberian gelar adat seharusnya dilepaskan dari politisasi pencitraan diri dan kepentingan-kepentingan sesaat. Pemberian gelar adat selayaknya pemberian gelar pahlawan harus melalui mekanisme panjang dan tentunya tidak gampang. Harus melibatkan berbagai pihak seperti akademisi, tokoh adat dan pemerintah daerah setempat sehingga esensi, kegunaan dan efeknya dapat dipertanggungjawabkan.
Apakah setiap pengambilan keputusan dalam musyawarah adat setempat, SBY sebagai pimpinan acara adat selalu dilibatkan? Faktor lainnya adalah ikatan emosional sang penerima gelar adat dengan masyarakat adat setempat. Apa yang harus diberikan sang penerima gelar adat bagi masyarakat? Apa pertanggungjawaban moral kepada pemberi gelar adat dan apa konsekuensinya jika janji tidak ditepati?
Pemberian gelar adat seharusnya memakai syarat logis atau masuk akal. Apa yang telah dilakukan sang penerima gelar adat bagi masyarakat adat setempat sehingga ia layak mendapatkan gelar itu? Dengan kajian-kajian akademik, tentunya dapat menjawab hal itu. Tidak sedikit kita mendapatkan masih banyak kelompok-kelompok masyarakat adat di republik ini hidup di bawah garis kemiskinan, krisis pendidikan dan kesehatan serta kesenjangan sosial dengan masyarakat perkotaan.
Mekanisme pemberian gelar adat kepada seseorang di luar kelompok masyarakat adat setempat tentunya harus menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi adat setempat dan sekali lagi bukan dipolitisasi untuk kepentingan-kepentingan politik. Apakah pemuka-pemuka adat sudah mewakili suara rakyatnya ataukah jangan-jangan para pemuka adat justru “terkontaminasi” dengan rayuan uang dan kekuasaan. Mekanisme pemberian gelar adat juga tidak instant ataukah sekedar balas jasa.
Sampai saat ini tercatat hampir di semua masyarakat adat di Maluku sudah memberikan Gelar Adat kepada Said Assagaff. Menariknya, pemberian Gelar Adat kepada Assagaff tersebut bertepatan dengan kepentingan Assagaff untuk maju sebagai Calon Gubernur Maluku 2013-2018.

LIMA DESA DI BANDA BERI GELAR ADAT “ ORLIMA “ KEPADA ASSAGAFF
Diantaranya, Lima buah desa di Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah memberikan gelar adat ORLIMA kepada Wakil Gubernur Maluku yang juga Balon Gubernur Maluku, Ir. Said Assagaff. Lima desa yang memberikan gelar adat itu masing-masing Desa Lontor, Namakawar, Selamon, Pulau Ay, Wael dan Ratu. Gelar adat ini diberikan sebagai bentuk penghormatan kepada orang yang berjasa kepada masyarakat Banda. Pemberian gelar adat ini dilakukan saat kunjungan Assagaff ke Banda, Kamis (18/04) lalu.
Pemberian gelar adat ORLIMA itu sendiri mendapat protes dari sejumlah perangkat adat Banda yang merasa pemberian Gelar Adat tersebut tidak pantas dan tidak layak diberikan kepada Said Assagaff.

SETIA DIKUKUHKAN MENJADI ANAK ADAT TUAL.
Raja Tual, Husein Tamher di pelataran Rumah Raja Tual, mengkukuhkan Said Assagaff dan Zeth Sahuburua sebagai ANAK ADAT TUAL. Prosesi adat tersebut ditandai dengan pemasangan pakaian adat dan topi oleh Raja Tual, Husein Tamher kepada Said Assagaff maupun Sahuburua. Keduanya juga menerima penyematan gelang adat yang terbuat dari emas yang menandakan kedua­nya terikat dengan masyarakat adat Tual. 

ASSAGAFF DINOBATKAN SEBAGAI FENA DUAN OLEH TOKOH ADAT BURU
Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Said Assagaff-Zeth Sahuburua juga mendapat gelar adat dari tokoh-tokoh adat di Petuanan Leisela. Keduanya dinobatkan sebagai Fena Duan yang arti­nya menjadi tuan rumah. Dengan gelar tersebut, pasangan SETIA otomatis menjadi putera adat Buru.
Gelar adat ini diberikan saat mengunjungi sejumlah desa diantaranya Desa Waene­tat (Mako) Kecamatan Waeapo, Desa Waspait Kecamatan Waplau, Desa Wamlana Kecamatan Fena Leisela serta tiga desa di Keca­matan Airbuaya yaitu Desa Waepura, Desa Waemangit dan Desa Airbuaya.

SETIA DIANUGERAHI GELAR ADAT 'AKOR ALIAMAN' & 'MASMOR AMASAMAN'
Selanjutnya Pasangan SETIA juga dianugerahi gelar adat Desa Sangliat Krawain, Kecamatan Wertamrian, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), yang berlangsung di Balai Desa Sangliat Krawain Februari 2013 kemarin. Said Assagaff sendiri diberikan gelar adat sebagai Akor Aliaman dan sedangkan Zeth Sahuburua  (Masmor Amansaman).
Penganugerahan gelar adat tersebut dilakukan para pemuka adat Sangliat Krawain yang ditandai dengan pemasangan kain adat dan topi kepada pasangan SETIA.

BISAKAH ASSAGAFF WUJUDKAN KEINGINAN MASYARAKAT ADAT DI MALUKU ?
Kini di pundak seorang Said Assagaff terdapat puluhan Gelar Adat yang harus dipertanggungjawabkan kepada seluruh masyarakat adat yang telah memberikan mandat kepadanya (Assagaff). Pertanyaanya, apakah seorang Said Assagaff pahami dan mengerti tatanan dan kehidupan adat di Maluku secara utuh sehingga dirinya menjamin akan melaksanakan tanggung jawab adat yang telah diembannya? Mengingat Assagaff bukanlah putra adat Maluku yang mengerti dan pahami secara jelas. Dan apakah Assagaff mampu untuk mewujudkan semua keinginan masyarakat Maluku yang beraneka ragam corak dan budaya yang ada? Ataukah pemberian Gelar Adat ini hanya sengaja didesain dan rekayasa demi kepentingan Assagaff maju sebagai Calon Gubernur Maluku ? kini tunggu saja.
(berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar