Sabtu, 20 April 2013

Ratna Puttileihalat, “KARTINI” yang Hidup Dalam Derita Karena Ulah Sang Suami Jacobis Puttileihalat

“Dan dibalik suksesnya sebuah keluarga biasanya ada seorang perempuan yang kuat, dan tabah memikul beban sebagai seorang istri, seorang ibu, seorang karyawati dan seorang wanita yang baik berkepribadian”

HARI ini adalah hari bersejarah bagi seluruh kaum perempuan Indinesia, termasuk perempuan di Maluku. Pasalnya 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini, sosok yang mampu mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia untuk bisa duduk sama rendah, dan berdiri sama tinggi dengan kaum laki-laki.
Raden Adjeng Kartini adalah putri dari golongan bangsawan Jawa "Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat", Bupati Jepara pada saat itu berkuasa. Kartini lahir di Jepara, tanggal 21 April 1879 dan wafat pada tanggal 17 September 1904 di Rembang.
Setiap Tanggal 21 April kita sebagai warga negara  Indonesia khususnya perempuan merayakan Hari Kartini, dari tahun ke tahun sejauh yang kita ingat setiap hari Kartini disekolah diwajibkan memakai pakaian adat daerah dari berbagai pelosok tanah air atau kegiatan‐kegiatan yang berkaitan dengan kewanitaan. Dimana kaum perempuan bisa sekolah setinggi‐tingginya, dan mendapatkan hak yang sama dengan kaum pria.
Tapi Ironisnya justru setelah sekian lama kondisi kaum perempuan saat ini masih banyak yang jauh dari harapan, ada yang mandiri seolah‐olah bisa hidup tanpa kaum pria ,atau kaum  perempuan menjadi budak di negeri orang dan menjadi bahan pelecehan atau diperjual belikan. Yang seharusnya adalah kesetaraan, saling menghormati, saling mendukung, dan saling menjaga kebebasan secara manusiawi.
Di dalam keluarga, di dalam pekerjaan, di dalam masyarakat, masih banyak kita lihat ketidak adilan yang diterima oleh kaum perempuan. Tapi apakah sebagai perempuan harus diam diperlakukan seperti itu. Nasib kita sebagai kaum perempuan ada ditangan kita sendiri, jadi perlihatkan kalau kaum perempuan itu tidak lemah dan mempunyai kekuatan untuk melebihi kaum pria tapi tidak lepas dari tanggung jawab terhadap keluarga, pekerjaan, dan masyarakat sebagai kodratnya kaum perempuan.
Namun semangat dan cita-cita seorang Kartini tidaklah sebagaimana yang dialami oleh Ratna Puttileihalat, Istri dari Jacobis Puttileihalat Bupati Kabupaten Seram Bagian Barat. Jikalau kaum perempuan mendambakan kehidupan keluarga yang bahagia dan penuh kasih sayang, justru yang dialami dan dirasakan oleh Ratna adalah sebuah sandiwara dan penderitaan disaat suaminya (Jacobis Puttileihalat) menjadi seorang penguasa di SBB.
Dinikahi oleh Jacobis Puttileihalat, ratna dikaruniai dua orang anak. Kehidupan masa lajang Ratna yang bahagia bersama orang tua dan saudara-saudaranya terpaksa ditinggalkan demi mencintai suaminya Jacobis Puttileihalat. Bahkan pengorbannya dan ketulusannya, Ratna bahkan rela meninggakan kepercayaannya yang lama dan mengikuti kepercayaan suaminya.
Namun pengorbanan dan kesetiaan Ratna tidak menjadi alasan dan modal untuk seorang Jacobis Puttileihalat  mencintai dan menyayangi Ratna dengan sepuh hati. 5 tahun lebih sudah, Ratna harus bersusah payah sendiri membesarkan kedua anaknya tanpa perhatian dan kasih sayang suaminya Jacobis Puttileihalat.
Sungguh sebuah penderitaan yang sangat memukul hati kaum perempuan Maluku yang saat ini sementara merayakan kebahagian (Hari Kartini). Ratna bahkan harus berubah wujud menjadi brutal dan buas ketika melihat suaminya Jacobis Puttileihalat bersama Wanita Lain di Bandara Pattimura Ambon beberapa waktu lalu.
Dalam kelimpahan harta dan kekuasaan yang dimiliki suaminya Jacobis Puttileihalat sebagai Bupati SBB dan juga Ketua DPD Demokrat Maluku serta Calon Gubernur Maluku 2013-2018, Ratna merasa semua itu tidak membawa kebahagian bagi dirinya dan kedua anaknya. Semua kebutuhan Ratna dan kedua anaknya harus menjadi tanggungjawab Ratna. Sementara suaminya Jacobis Puttileihalat hidup dalam kemewahan dan kelimpahan harta.
Sungguh sebuah pemandangan kehidupan keluarga yang tidak pantas dilakukan oleh seorang public figure seperti Jacobis Puttileihalat. Sebagai seorang Bupati, seharusnya Jacobis Puttileihalat menjadi contoh bagi rakyat yang dipimpinnya bagaiman menjadi seorang pemimpin keluarga yang baik bagi istri dan anak-anak. Justru realitas berbeda jauh, Jacobis Puttileihalat menganggap keluarga (istri dan anak-anaknya) adalah sampah yang bisa dibuang kapan dan dimana saja. Inilah contoh seorang pemimpin yang baik? Apakah pantas Jacobis Puttileihalat disebut sebagai seorang pemimpin ? dan apakah seorang Jacobis Puttileihalat pantas menjadi pemimpin Maluku 2013-2018 mendatang sementara keluarga sendiri dijadikan sampah dan terlantar?.
 Semoga makna Kartini ditahun ini dan juga tahun‐tahun mendatang bukan sekedar memperingati dengan kegiatan‐ kegiatan tapi muncul Kartini‐Kartini baru yang melegenda seperti Ibu Kartini.  Sebuah bangsa akan maju tergantung pada kualitas perempuan. Dan dibalik suksesnya sebuah keluarga biasanya ada seorang perempuan yang kuat, dan tabah memikul beban sebagai seorang istri, seorang ibu, seorang karyawati dan seorang wanita yang baik berkepribadian. (berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar